Kunjungan ke Dokter

Lentik baru saja menutup telpon setelah berbicara dengan petugas di Rumah Sakit Putri. Pekerjaannya sejak dua bulan lalu adalah operator telepon di sebuah perusahaan iklan di kota Sidoarjo. Dia akhirnya memberanikan diri untuk menghubungi dokter kandungan karena dia merasa perlu untuk menindaklanjuti kekuatiran yang menggelayut di benaknya.

Pada jam 17.10 hari itu, Lentik sudah berjalan meninggalkan gedung pencakar langit tempat dia bekerja, dan berjalan ke arah kantor dokter kandungan yang letaknya tak lebih dari 100 meter dari tempat dia berdiri saat ini.

“Silahkan isi formulir ini, Ibu Lentik.” Kata seorang wanita yang ada di balik meja berbentuk setengah lingkaran. Lentik mempertanyakan panggilan Ibu yang diucapkan wanita itu. Dia tidak merasa perlu untuk menjelaskan kepada wanita tersebut kalau dia bukan seorang ibu, bahwa dia adalah perempuan lajang.

Hanya Lentik yang duduk di barisan kursi berwarna biru laut. Dari tempat dia duduk, dia melihat gedung gedung tinggi menyembunyikan matahari yang melambaikan tangannya sebelum langit malam tiba. Warna gedung gedung yang membelakangi matahari warnanya terlihat gelap, seperti pertinjukan wayang kulit.

Lentik tahu sejak beberapa tahun yang lalu bahwa dia bukan perempuan tradisional yang mewarisi pandangan hidup orang tuanya, dan lingkungan sosialnya. Mungkin karena dia merasa seperti wanita modern. Mungkin karena dia menyadari bahwa dia bukan anak kecil lagi dan kini bisa memilih jalan hidupnya sendiri dengan segala resikonya. Yang dia tahu pasti adalah bahwa dia tidak merasa bahwa pernikahan adalah sesuatu yang dia inginkan saat ini.

“Nyonya Lentik.” Kata seorang gadis muda berseragam putih ke arah Lentik.

Lentik merasakan perutnya sedikit nyeri ketika dia bangkit dari kursi biru laut. Kemudian dia berjalan menuju sebuah pintu dengan nama dokter yang dia ingin temui sore itu.

Previous
Previous

Welcome to ..

Next
Next

Sekolah